Sejarah Hantu: Betty Mariam Part 2

Betty Mariam,

Itu nama yang diberikan ibuku kata nenek. Disini dulu jarang sekali anak berkulit sawo matang sepertimu. Disini banyak anak kecil bermata sipit dan terlihat memiliki banyak harta. Aku tidak terlalu mengenal mereka, karena mereka tidak sebaik dirimu dan orang berkulit sawo matang lainnya. Aku mengenal nenekmu, dia temanku. Dia yang sering bercerita banyak tentangmu saat kau pergi dari desa lama sekali. Kau tahu, disini jarang sekali ada yang mau bermain denganku. Semuanya sudah berbeda tak seperti dulu lagi, apalagi ada beberapa kakak kakak berambut panjang yang menghilang entah kemana.
Septino Wibowo
Kau mau tahu ceritaku kan? Aku sudah menceritakan semuanya pada nenekmu, tapi sayang sekali dia pergi ke surga lebih dulu sebelum menceritakannya padamu. Jadi sekarang aku akan kembali menceritakannya padamu.

Aku tidak suka disebut londo, hanya karena kulitku lebih putih dan mataku lebih berwarna daripada kau. Aku sama sepertimu, anak ibu pertiwi. Aku tidak pernah mengenal siapa orang tuaku, karena aku diasuh nenek dari kecil di rumah kecil dipinggir pantai yang sekarang sudah menjadi banyak rumah dan tanah hijau berbuah butir putih (beras). Aku suka berlarian dan bernyanyi dipagi hari dengan membawa makanan yang kubawa untuk dijual kepada orang-orang bermata sipit.

Nenek menyebut mereka nippon. Orang-orang yang merenggut kebahagiaannya, masa kejayaannya. Kau tahu, londo sudah ada di ibu pertiwi sejak sebelum kau lahir, bahkan sebelum jamilah (nenekku) lahir. Di masa itu orang tua nenekku adalah orang penting yang berusaha membuat tanah ini rumah mereka sendiri dengan membunuh banyak manusia tak berdosa yang lemah. Nenek selalu berkata, hidup tidak boleh bermalas-malasan dan harus teratur.

Kau tahu, luka dikakiku ini karena apa? (Aku menggelengkan kepala). Lukaku ini berasal dari cambukan lidi yang nenek buat untuk menghukumku jika aku telat sampai ke rumah atau tidak habis menjual makanan yang dia buat. Aku tidak membenci nenekku, hanya saja aku tidak suka dia menyiksaku. Lihatlah tanganku, aku bahkan masih ingat ketika nenek menamparku sampai hidung dan mulutku berdarah. Kemudian nenek mengambil arang yang masih panas dan menyuruhku menggenggam arang itu hingga aku menangis tak karuan.

Aku bukan anak perempuan yang cengeng, aku tidak takut kepada anak laki-laki yang suka menggangguku berjualan makanan dan membuat daganganku berantakan. Aku memukulnya karena dia pantas mendapatkannya, tapi aku tidak menyangka dia dan teman-temannya sejahat itu.

Mereka memukuliku dan menjulukiku babi karena kulitku yang kemerahan ketika terkena sinar matahari. Mereka memasukanku kedalam lubang berisi air yang sangat tinggi. Walaupun aku bisa berenang aku tidak bisa selamat. Aku mengutuk mereka dan semua keturunan mereka. Aku juga mengutuk nenekku yang membuatku tidak bisa merasakan masa kanak-kanakku seperti anak kecil lainnya. Aku benci hidupku dulu tapi setelah aku mati, aku baru merasakan kehidupanku yang sebenarnya. Aku bahagia sekali bisa dengan bebas bernyanyi ibu pertiwi dan menari kesana kemari.

Aku bertemu Mahdi, Noah dan anak bermata sipit Sun. Mereka sangat baik padaku, kami sering bermain di tanah hijau belakang rumah (sawah). Aku juga mendapatkan banyak teman lainnya yang sama mudanya sepertiku, kami semua bahagia sekarang, sep. Kau tahu, kami semua mengenalmu dari nenekmu yang baik hati.

Jamilah adalah sahabat kami semua, kami berduka dan menangis ketika melihatnya memakai kain putih dan tersenyum bersama dua orang aneh yang dulu aku pernah lihat setelah aku mati. Nenekmu terlihat sedih ketika melihatmu menangis didepan peti matinya. Aku tahu kau melihatku dan yang lainnya juga, kami mencoba mendekat saat itu, tapi kami tidak bisa. Aku berharap kau baik-baik saja setelah kepergian nenekmu.

Nenekmu sering berkunjung kan, kau pasti bisa merasakan kehadirannya. Aku sangat bahagia bisa melihatmu lagi sekarang. Aku mungkin tidak akan sering berkunjung ke rumahmu, tapi kau pasti tahu aku selalu mengawasimu. Aku masih belum tahu siapa orang tuaku, tapi aku merasa bahagia karena banyak yang sudah menganggapku keluarga disini. Aku tidak pernah bertemu nenekku lagi setelah aku mati berpuluh-puluh tahun lalu (69 tahun lalu). Aku menyesal sudah mengutuknya, aku harap nenekku baik-baik saja jika dia masih hidup, dan jika sudah mati kuharap dia tak sepertiku.

Itu yang bisa aku beritahukan padamu, sep. Aku tidak memiliki banyak ingatan, aku tidak bisa belajar banyak hal, tapi yang aku tahu kau adalah orang baik. Jangan lagi berpura-pura menjadi orang lain yang menjengkelkan dan menutup dirimu. Riwayat hidupmu mungkin pahit, tapi ingatlah bahwa hidupmu akan bahagia jika lebih terbuka tentang dirimu seperti sekarang. Bukankah banyak teman itu menyenangkan? hahahaha. Kau terlihat berbeda sekarang, dulu kau anak kecil yang pendek dan berkulit gelap, sekarang kau tumbuh sangat dewasa melebihi usiamu dan juga kulitmu lebih putih. Kau juga tumbuh lumayan tinggi.

Oh ya, apa kau tak mau menulis tentang Mbak Marni juga? Dia sepertinya butuh bantuanmu.


Jangan lupakan aku, sep. Aku dan yang lainnya selalu ada untukmu ketika manusia tak sebaik apa yang kau pikirkan. Kami adalah teman abadimu. Dada, aku pergi dulu ya.
Selamat malam.

Betty Mariam.