Sejarah Hantu: Nina Margareth Van Houva

Halo guys, seperti yang sudah kalian tahu kalo yang sudah baca artikel sebelumnya ya hehe. Saya punya teman baru yang bernama Nina sosok wanita belanda dengan gaun megah. Di artikel ini saya akan membahas tentang kisah sosok wanita cantik ini. Di sejarah hidupnya yang memilukan dan mengenaskan ini mungkin bisa mengajarkan kita sesuatu.
Septino Wibowo
Nina Margareth Van Houva,
Sebuah nama yang diberikan pamannya yang tinggal di Semarang waktu zaman VOC akhir. Nina adalah seorang gadis tanpa orang tua, ayahnya seorang prajurit dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang kembali ke Netherland tanpa alasan yang jelas meninggalkan Nina yang masih bayi kepada kakak ibunya yaitu paman Nina. Paman Nina adalah seorang pedagang di Semarang, dia bekerja bersama orang prancis dan inggris untuk urusan rempah rempah Indonesia yang mendunia.

Nina yang masih bayi sering diajak pamannya ke pasar sampe usia menginjak sekitar enam tahunan. Nina tumbuh menjadi gadis kecil cantik bermata biru menyala berambut pirang dan tentu dengan kulit putih khas orang Netherland. Nina sering membantu pamannya untuk mencari pelanggan dan sering bermain dengan anak anak kecil belanda lainnya yang senasib dengannya. Dibalik wajah cantiknya, Nina juga pandai berbahasa Jawa, Indonesia, Inggris, Prancis dan Belanda. Nina mempelajari semua itu tentu dari orang orang asing yang sering lalu lalang sekedar singgah sebentar di rumah pamannya dan bermain dengannya.

Nina kecil tidak merasa kesepian karena pamannya yang tahu bagaimana membuat Nina senang dengan candaan tentang wewayangan yang sering ditonton Nina setiap akhir pekan. Nina sangat suka menonton wayang bersama pamannya bahkan dia bisa meragakan diri seperti hanoman dan berlari lincah seperti seorang anak laki laki. Ya, Nina adalah gadis yang tomboy, di kalangan kebawah hanya ada anak kecil laki laki yang bermain dengannya, sedangkan dikalangan keatas anak perempuan tidak dibiarkan keluar rumah oleh orang tua mereka dan selalu dijaga oleh pengasuh mereka yang berkebangsaan Indonesia.

Kota kecil tempat Nina tinggal merupakan tempat yang menyenangkan karena dia sudah sangat akrab dengan banyak orang sekitar dan sering kali orang orang mencubit pipinya dan memberi Nina jajan ketika melewati tempt dagang mereka. Bahkan ada seorang ibu ibu yang ingin mengangkat Nina menjadi anaknya karena begitu sayangnya dan sering membantunya berjualan setiap hari, tapi tentu saja sang paman tidak ingin kehilangan Nina.

Suatu hari, ketika Nina sudah beranjak dewasa, di tahun 40an Nippon mulai menyerang Indonesia dan mengambil alih. Paman Nina mendapat kabar bahwa ayah Nina tewas dipenggal kepalanya oleh tentara nippon. Walaupun Nina tidak pernah bertemu ayahnya, rasa duka dan tangisnya membanjiri wajahnya. Nina menangis dipelukan pamannya yang sudah terlihat sangat tua.

Beberapa hari berikutnya, ada kabar bahwa nippon hendak datang, paman nina pun bersiap siap untuk pindah, tapi Nina yang sudah terlanjur nyaman tinggal tidak mau pindah. Nina pun mengambil beberapa peralatan dapur seperti pisau dan minyak tanah untuk melawan para nippon yang akan datang. Paman nina sedikit terkejut dengan sikap nina, Nina berkata bahwa dia harus membalaskan dendam ayahnya yang terbunuh dengan begitu kejamnya. Paman nina pun tidak punya pilihan lain selain membujuk keponakannya untuk pindah atau tetap menetap dan menanggung resiko yang akan terjadi apabila para pasukan nippon hendak datang.

Tengah malam tiba, suara peluru bergemuruh diluar rumah, suara jeritan anak kecil dan ibu ibu menggema. Nina mulai gemetar dan sesekali menghapus air matanya bersiap siap dibalik pintu utama rumah kecilnya. Sesaat Nina mengintip dari balik jendela, dia melihat anak kecil digelandang oleh tentara nippon dengan samurainya. Pasukan bersenjata samurai mulai menggeledah rumah rumah kecil untuk menangkap orang orang belanda untuk dikurung. Dengan segala keberanian kelar dari rumah kemudian menusuk punggung prajurit nippon yang bersenjata samurai hingga tewas.

Melihat hal itu pamannya pun segera berlari menghampiri Nina yang histeris berteriak teriak. Prajurit nippon pun mengikat Nina dan pamannya dan menyeret Nina dengan paksa ke tempat kurungan. Anak anak kecil, dan ibu ibu serta manula yang tertangkap mendekam dengan ketakutan didalam kuruangan yang tidak begitu besar di suatu ruangan. Nina yang masih berapi api menggerutu dan berkata kasar kepada prajurit jepang yang menanggapi Nina dengan santai tanpa serangan balik ketika Nina memukul mukul wajahnya seakan akan pukulan Nina tak terasa sama sekali.

Keesokan harinya, saat salah satu prajurit jepang memantau para tahanan Nina pun berdiri dan dengan lantang menyebut Nippon keparat. Salah satu prajurit nippon terlihat terkejut, mungkin prajurit itu mengetahui bahasa yang Nina gunakan lalu menyeret Nina keluar dari tahanan dengan menjambak rambut nina sampai Nina berteriak histeris kesakitan. Nina diseret terus menerus sampai ke lapangan. Beberapa helai rambut Nina rontok oleh cengkraman prajurit jepang itu, Nina dengan penampilannya yang sudah lusuh dan kotor terlihat seperti orang gila dan memukul mukul prajurit jepang tanpa rasa takut.

Kemudian Nina pun ditampar oleh prajurit itu sampai kersungkur pingsan. Ketika Nina sadar, Nina sudah berpakaian pengantin gaun putih megah layaknya pemelai wanita yang siap untuk menikah. Dan benar saja, ternyata salah satu komandan jepang yang bisa dikenali dari seragamnya yang berbeda mendekat kearah Nina. Kemudian menggandeng Nina keluar ruangan tapi Nina menolak dan mengambil tusuk sesuatu di meja dan melemparkannya ke kepala komandan itu. Komandan itu pun terlihat sangat marah dan kemudian langsung mengeluarkan pistol putihnya dan mengarahkan pelatuknya ke kepala Nina. Dengan berani Nina mendekatkan pelipisnya kearah lubang pistol itu, Komandan itu pun akhirnya mengakhiri hidup Nina dengan menembak Nina berulang kali bukan hanya di pelipis tapi juga di bagian dada dan bagian vital Nina kemudian menyeret Nina keluar ruangan dan menyerahkannya pada prajurit lainnya.

Nina meninggal di tahun kemerdekaan Indonesia, di tahun 45', Nina yang sudah tiada sering menangis mencari pamannya tapi tidak ketemu, dia pun kembali ke tempat tinggalnya di kota kecil tapi tidak ada satu orang pun disana, kemudian Nina terombang ambing ke tempat tempat baru, dari Pati, Rembang, sampai akhirnya dia menemukan tempat nya yang nyaman di Lasem.

Ok, mungkin cukup untuk kisah Nina kali ini. Sebenarnya ada beberapa bagian lainnya yang cukup banyak tapi tidak saya ceritakan karena cukup mengenaskan tentang perjuangan Nina dan mayat Nina. Mohon pengertiannya karena hanya dengan membayangkan saja saya sudah tidak kuat dan migren semalaman. Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Ingat! 'mereka' ada di sekitar kita. Septino Wibowo