Pengalaman Buruk Menjadi 'Berbeda' Yang Sering Disebut 'Indigo'

Halo guys, kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman saya yang belum pernah saya ceritakan pada siapapun. Sekarang saya berani cerita karena saya sudah tidak peduli dengan omongan orang yang menganggap saya gila atau pembohong haha. Pengalaman ini benar benar menyiksa karena entah kenapa beban hidup menjadi begitu berat.
Septino Wibowo
Pengalaman yang buruk sekali, saya yakin kebanyakan yang 'berbeda' dan sering disebut dengan sebutan 'indigo' pasti mengalaminya. Ya, pengalaman sensitifitas yang meningkat drastis. Masa masa ini saya alami ketika awal masuk SMK. Dari awal saya memang tidak berkeinginan untuk melanjutkan sekolah. Entah kenapa saya tidak suka dengan yang namanya Sekolah.

Bagi saya, sekolah dengan cara belajar yang monoton tidak berpengaruh kepada saya. Saya tipekal belajar dengan sedikit materi dan banyak praktik, pendengar dan mengamat. Saya tidak suka ketika guru menjelaskan pelajaran dengan cara yang monoton, saya lebih suka guru yang aktif menghampiri murid dan berinteraksi lebih dekat, berekspresi, dan membanyakan praktik daripada materi.

Jujur, saya tidak peduli dengan pelajaran sekolah, walaupun saya tahu itu penting. Saya hanya ingin belajar yang saya minati saja seperti bahasa indo inggris, agama, dan teknologi. Selain itu saya rasa percuma dijelaskan pasti akan hilang ditelan waktu entah dalam kurun waktu detik atau menit atau jam atau hari atau minggu pasti akan hilang dan lupa.

Karena saya sudah tahu basic dari pelajaran itu, saya rasa yang perlu dipelajari adalah mengembangkan, bukan terus mencari materi lain tapi belum memahami materi yang sebelumnya digali. Saya suka pelajaran sejarah, jika diceritakan dengan baik dan suasana kelas tenang, saya suka pelajaran matematika jika yang diajarkan penting untuk masa dengan seluruh siswa bukan hanya mengenalkan rumus yang ketika sudah lulus tidak akan dipakai di kehidupan nyata.

Saya suka pelajaran kimia, fisika dan biologi jika banyak praktiknya. Bukan hanya diisi materi yang melulu dengan rumus dan ekosistem. Saya suka pelajaran kewarganegaraan karena saya orang nasionalis dan cukup kritis tentang negara yang indah ini, tapi jika yang dijelaskan melulu tentang sejarah dan pemerintahan yang dari SD sudah ada maka lebih baik saya tidur. Saya suka dengan mapel lainnya jika tidak banyak teori dan lebih mencondongkan pemahaman dan praktik.

Bagi saya belajar tanpa aksi praktik tidak akan melekat selamanya. Memori otak manusia memang tak terbatas, tapi akan hilang sebagian jika apa yang diajarkan tidak tersimpan rapat dalam dokumen yang diberi sandi dalam otak. Saya lebih banyak belajar secara autodidak, dalam hal apapun. Khususnya dalam soal bahasa asing, teknologi dan internet. Bisa berbahasa lebih dari 5 bahasa itu pilihan dan hal biasa.

Saya sudah mendapatkan dasar pelajaran, saya kembangkan, saya praktikan, saya terus asah maka saya bisa. Ketertarikan saya di dunia seni dan informasi memang kuat, jadi bagi saya bahasa adalah kuncinya. Jika saya paham penjelasan dalam berbagai bahasa, maka lebih banyak informasi dan pelajaran yang saya dapat. Itulah sebabnya saya mengutamakan berlajar bahasa karena saya yakin orang yang pandai berbahasa adalah orang yang memiliki banyak informasi langka dalam otaknya.

Saya belajar agama bukan hanya dari agama saya sendiri, saya memahami agama saya, saya mencoba mencari kebaikan dari agama lain bukan untuk dibandingkan tapi untuk menunjukkan semua agama itu mengajarkan kebaikan. Meghargai atau respect kepada orang yang beragama berbeda adalah hal saya lakukan. Kenapa? Saya ingin banyak saudara dan kerabat, tidak berduli ras, warna kulit, agama, orientasi sex bahkan jika bukan manusia.

Dalam hal ini saya terlalu banyak berpikir, di masa awal SMK saya menjadi anak pendiam dan sangat sensitif. Kepribadian ganda yang saya miliki membuat saya tersiksa, karakter pendiam yang dulu hilang muncul lagi. Karakter riang gembira dan suka menebar tawa kepada siapapun hilang entah kemana. Saya benci saat saat itu. Itu menyiksa saya, luar dalam. Saya stres berat, bahkan tensi saya lebih dari 120 di usia saya yang baru 15 tahun.

Saya sering mengalami bisikan bisikan halus yang mengganggu pendengaran saya, sosok sosok sekitar yang mempengaruhi emosi saya, dan juga tak sengaja tahu apa yang orang lain disekitar saya pikirkan tentang saya. "ANEH, MISKIN, ANAK PANTI, JELEK" itu adalah secuil hal yang saya tangkap dari pikiran orang disekitar saya ketika saya berada di dalam kelas.

Hanya beberapa orang saja yang memang tulus memandang saya sebagai manusia. Hanya beberapa orang saja yang mengharapkan saya menjadi teman mereka. Dan saya tidak ada masalah dengan itu. Hanya saja saya tidak suka dengan keadaan waktu itu. Terkadang emosi saya naik turun dan tak sengaja menggebrak meja karena kegaduhan kelas. Emosi turun ketika ada sosok gadis kecil menangis disebelah saya.

Hal seperti vision merupakan hal yang paling saya benci. Ketika saya mengetahui masa lalu teman saya tanpa sengaja, itu siksaan. Saya tidak ingin tahu masa lalu kelam teman teman saya, walaupun ketika mereka sendiri yang bercerita lebih baik saya mendengar dan melupakan cerita itu. Saya tidak ingin menyiksa otak saya dengan mengisi cerita cerita sakit secara visual dari orang orang disekitar saya.

Perlahan saya mulai mengatur pikiran saya, mencoba menerima keadaan, membersihkan otak saya dari memori buruk dan mulai lembaran baru. Saya mencoba memunculkan sifat homuris saya dan menghilangkan kepribadian menyeramkan saya. Melawan diri sendiri rasanya seperti mendapatkan tinjuan bertubi tubi di ulu hati.

Pandangan aneh, pikiran yang melulu terbaca dengan jelas membuat saya sering kali migren. Dalam hati saya ingin pergi dari sini, ingin meninggalkan segalanya dan bebas. Saya tahu itu gila tapi itulah yang saya rasakan waktu itu ketika tidak kuat menghadapi keadaan saya yang tertekan oleh situasi serta hal gila yang tidak ingin saya miliki dari dulu.

Selain melihat hal hal aneh dalam bentuk sempurna ataupun hanya sebagian tubuh membuat saya terbiasa untuk mengabaikannya. Saya fokus dalam sekolah saya dan selalu ingin mengikuti acara luar sekolah karena seperti yang saya sudah bilang, saya benci pelajaran monoton. Sebagai seorang yang sangat tertutup saya mendapatkan lumayan banyak teman, walaupun saya tahu tidak semuanya tulus tapi lebih baik saya diam dan mengerti keadaan mereka karena saya berpikir mungkin suatu saat mereka akan menerima saya apa adanya dan mengerti keadaan saya.

Tidak ada tiga teman kecil saya yang selalu menyemangati dan menghibur saya membuat saya tersiksa. Mereka bilang tidak bisa pergi ke Panti saya karena ada sesuatu yang menghalangi mereka masuk. Saya mencoba untuk untuk menenangkan diri, walaupun ruh saya terasa lelah saya mencoba bersikap biasa dan terus menerus sampai akhirnya menjadi orang yang sedikit terbuka dan berpikiran luas.

Mungkin disini dulu ya bahasnya, kalo dilanjutin curhatannya bisa jadi buku hehe. Jika kalian yang 'berbeda' dan sering disebut 'indigo' juga mengalami ini atau sedang mengalami fase ini, bersadarlah karena hal itu akan berakhir jika kalian terus berdoa dan tidak takut untuk menjadi diri kalian sendiri. Jika kalian belum diterima di lingkungan kalian, tidak apa karena saya percaya suatu saat ada banyak orang yang mengerti keadaan kalian dan mau menerima dengan apa adanya. Semoga cerita diatas atau lebih tepatnya curhatan diatas hehe, semoga bisa bermanfaat untuk kalian. Ingat! Gangguan bisa datang dari siapa saja, terkadang manusia lebih mengerikan daripada hantu. Septino Wibowo