Cerita Malam Jum'at Septino #1

Halo guys, kali ini saya ada kategori baru yang lumayan seru untuk dibaca. Untuk menemai malam jum'at kalian semua saya akan bercerita tentang banyak pengalaman horror yang mungkin agak seram tapi juga gak terlalu seram haha. Ya memang pada kenyataannya kita hidup berdampingan dengan 'mereka' dan sudah wajar jika terkadang kita merasakan kehadiran mereka.
Septino Wibowo
Cerita kali ini akan Aku awali ketika aku masih meninjak masa kanak kanak. Aku ingat waktu itu aku masih belum menyadari bahwa 'mereka' itu fana dan tidak nyata sehingga sebagian orang kadang menyebutku aneh ketika berbicara sendirian.

Masa kanak kanak adalah masa yang paling menyenangkan, jika waktu bisa diputar kembali. Aku memilih menjadi anak anak selamanya. Bukan karena asyiknya bermain dan bebas dari pemikiran larut tentang pekerjaan atau hidup di masa depan. Tapi, tentang bagaimana memperbaiki apa yang sudah dirusak dimasa lalu dan menyusunnya kembali seperti pazzel.

Aku ingat ketika sore hari aku bermain dengan teman temanku di lapangan sekolah dasar tempatku menuntut ilmu dulu. Waktu itu banyak teman yang bermain layangan sedangkan aku bermain pasir di kotak pasir sendirian. Aku sering memperhatikan temanku bagaimana mereka membuat layang-layang itu terbang bebas dan itu mengingatkanku kepada mimpi burukku ketika aku merasa tubuhku melayang dan bertemu para makhluk aneh berwajah jelek dan menakutkan.

Bukan masalah jika wajah mereka memang seperti itu, tapi yang menjadi masalah adalah tatapan sinis mereka melihatku. Mereka berbisik dalam telingaku begitu jelas, "Aku iri padamu". Wajah jelek mereka berubah sedih dan kecewa ketika aku pergi dan kembali menyelimuti ragaku dan melihat dunia kembali.

Sore hari bermain pasir merupakan hal yang menyenangkan bagiku. Aku suka bermain layang layang, tapi aku lebih suka bermain pasir. Terkadang aku heran bagaimana pasir bisa begitu banyaknya sehingga orang jenius sekalipun tak bisa menghitung jumlahnya. Terkadang aku heran bagaimana pasir bisa membuatku begitu nyaman ketika memainkannya, membuat sebuah gambar aneh dan mengukir nama nama yang tidak ku kenal. Terkadang aku juga heran melihat anak kecil yang aku tidak tahu namanya menatapku dengan senyuman dan melambai seolah olah ingin memberi tahuku sesuatu.

Tapi, sesaat aku menoleh kearah lain dia menghilang. Kemudian bisikan halus tapi terdengar jelas mendengung ditelingaku, "Main yukk!!". Ketika aku melihat kebelakang, ada pohon besar rindang yang sering hujan salju empuk bernama kapuk dari pohon itu. Dia ada diatas pohon itu dan melambai kearahku sambil tertawa.

Aku ingin menghampirinya dan memanjat pohon itu. Tapi, dia terlalu tinggi memanjat pohon. Aku tidak bisa naik walaupun hanya satu inchi. Pohon itu terlalu besar untuk ku panjat dengan tubuh mungilku ini. Kemudian seseorang menepuk pundakku. Dia bertanya kenapa aku ingin naik keatas pohon besar itu. Aku menunjuk keatas dimana anak kecil itu masih melambai dan tertawa. Temanku bilang, tidak ada siapapun diatas pohon besar itu, yang ada hanyalah kapuk kapuk yang berterbangan terbawa angin.

Saat kulihat kembali keberadaan anak itu, dia menghilang lagi. Maghrib pun datang. Aku pun pulang dengan baju kusam dan kotor. Ibu memarahiku karena bermain terlalu larut, itu sudah biasa. Aku mandi dan mengganti baju, setelah itu berbaring didepan layar tv menonton kartun kesukaanku. Beberapa sosok aneh selalu melewatiku tanpa permisi, sudah biasa. Setelah bosan menonton tv, seperti biasa. Aku menambil buku tulis dan menggambar sesuatu yang sedang ada diotakku waktu itu. Ya, anak kecil dengan pipi tembem, mata hitam bulat, tubuh yang mungil sepertiku dan memakai baju coklat dan berjalan tanpa alas kaki.

Ketika ibuku melihatku menggambar, dia bertanya "Kamu menggambar dirimu sendiri? haha". Aku pun menggembungkan pipiku seraya berkata, "Dia teman baruku, ibu". Ibu pun tersenyum dan berlalu meninggalkanku untuk melakukan pekerjaan lainnya.

Kemudian aku menunjukkan gambarku ke nenek. Respon nenek pun berbeda dengan Ibu. Nenek bilang aku tidak boleh bermain dengan anak kecil itu, karena dia bukan teman. Waktu itu aku bingung kenapa nenek berkata seperti itu. Aku pun bertanya kepada nenek kenapa, nenek pun menjawab dengan singkat, "Dia bukan manusia". Sejak itulah aku enggan bermain pasir di sore hari di lapangan sekolah dasar itu. Aku lebih memilih bermain layang layang bersama teman temanku yang lain walaupun sering kali aku melihatnya melambai kearahku dan tersenyum. Aku hanya bisa membalas senyuman dan mengabaikannya. Semoga dia mendapatkan teman baru di 'lingkungannya sendiri'.

Ok guys, semoga cerita diatas bisa mengibur kalian ya. Cerita diambil dari diary lama saya yang saya temukan di lemari nenek yang ternyata masih ada. Saya memperbaiki kata kata dalam cerita sehingga lebih enak dibaca. Akhir kata, 'mereka' juga butuh teman. Septino Wibowo