Cerita Hantu Tegal dan Sawah #1

Halo guys, kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman saya yang tidak hanya sekali bertemu dengan hantu di sawah di desa saya, tapi berkali kali dan saya akan membuat seri cerita ini dari awal sampai akhir. Saya membuat cerita ini berdasarkan diary lama saya yang masih utuh tersimpan, awalnya saya sedikit lupa dengan cerita hantu di sawah dan tegal ini, tapi ketika saya menemukan buku diary kecil saya yang berada di lemari nenek saya sangat senang bisa membagi cerita ini kepada kalian semua yang suka membaca cerita seperti ini.
Septino Wibowo
Tegal disini dalam bahasa indonesia adalah ladang yang berisikan pepohonan ketela dan banyak pohon mangga. Tegal milik Alm. Mbah Jayos ini merupakan tegal yang sering saya dan teman teman saya kunjungi ketika pulang sekolah atau hari libur untuk mengambil/mencuri mangga dan sedikit ketela dan daunnya (Biasa la kenakalan anak kecil jaman dulu hehe).

Kami suka sekali pergi ke tegal ini karena buah mangganya besar dan manis, serta ketelanya yang besar membuat kami sering mengambilnya tanpa izin dan membakarnya di samping gubuk sawah hehe. Dari banyaknya cerita, disini adalah cerita dimana saya bertemu dengan tiga serangkai yaitu mbak kunti, mas pocong dan dade genderuwo haha. Bukan hanya itu, ada beberapa sosok aneh yang saya beri nama Ulo Buto karena rupanya yang mengerikan seperti barong dan mempunyai ekor seperti ular.

Entah kenapa waktu saya kecil saya bisa melihat 'mereka' dengan begitu jelas, sampai sampai setelah melihat 'mereka' keesokan harinya saya langsung sakit panas. Entah ini faktor daya tahan tubuh saya yang kurang kuat dan karena terlalu banyak bermain kepanasan atau memang karena gangguan 'mereka' saya tidak tahu yang jelas di hari itu saya seperti mengalami mimpi terburuk di sepanjang hidup saya.

Di masa masa kenakalan saya, menghindari pergi ke TPQ untuk mengaji karena masih ada rasa takut akan bertemu mas pocong. Saya pergi bermain dengan teman teman saya, ketika musim panas panjang. Musim layangan adalah musim favorit saya, tapi bukan hanya itu karena musim layangan berarti musim tebu dan mangga di tegal Mbah Jayus yang berbuah manis. Setelah cerita kemaren tentang hantu gubuk tua di sawah, keesokan harinya kami berencana untuk pergi ke tegal mbah Jayus untuk mengambil mangga dan beberapa ketela untuk dimakan di sebelah gubuk yang agak jauh di tengah sawah agar tidak ketahuan Mbah Jayus.

Jam setengah lima pagi saya pun sudah dibangunkan teman saya yang sudah berada di depan rumah saya. Saya pun cepat cepat mencuci muka dan mengganti baju dan pergi bersama mereka. Ibu bertanya mau pergi kemana, kami pun menjawab jalan pagi keliling Tayu hehe. Setelah hilang dari pandangan ibu, kami pun langsung ke rencana utama. Kami yang sudah menyiapkan pisau, korek api jos, minyak tanah satu kantung plastik, senter kecil dan karung.

Kami mengendap endap masuk kedalam tegal Mbah Jayus melewati pagar bambu yang lumayan tinggi, ada jembatan kecil yang agak licin yang membuat salah satu teman saya hampir tergelincir dan kami pun meleatinya dengan mudah. Setelah masuk, Teman saya yang memegang senter pun melihat lihat mangga mana yang sudah terlihat matang, satu teman saya mencari pohon ketela yang sudah tua, satu teman saya lagi ikut teman saya mencari ketela membawa karung dan saya bertugas untuk memanjat dan mengambil mangga karena saya yang paling ahli memanjat waktu kecil. Setelah teman saya memberitahu pohon mangga yang buahnya banyak matang saya pun langsung memanjat pohon itu tanpa ragu di kegelapan.

Suara bisik bisik membuat berisik ketika dua teman saya berdebat tentang mengambil pohon ketela mana yang hendak diambil, dari kejauhan atas pohon saya dapat melihat mereka saling berbisik seperti adu mulut, tapi yang saya perhatikan adalah sosok yang berada dibelakang mereka. Sosok putih tinggi berada beberapa senti saja dibelakang mereka. Saya pun mulai deg degan karena rasa takut saya yang belum sembuh karena waktu pertama kali bertemu pocong. Saya pun mempercepat gerakan saya memencet sedikit mangga dan memetiknya dan melemparnya kebawah dan teman saya menangkapnya dan memasukkannya ke karung. Semakin lama rasa takut saya semakin menjadi jadi ketika saya mendengar suara aneh, seperti seorang wanita tercekik dan kehabisan nafas. Rasanya bulu bulu tipis disekujur tubuh saya berdiri semua.

Ketika saya mengangkat pandangan saya keatas, rambut panjang jatuh diatas wajah saya. Saya pun mencoba menjerit tapi suara saya seperti tertahan. Tubuh saya pun gemetaran tapi tidak bisa bergerak sedikit pun. Saya pun mencoba memanggil teman saya dibawah tapi suara saya seperti orang gagu karena lidah saya seperti kaku. Saya tidak tahu situasi disekitar saya seperti apa tapi setelah saya mencoba membaca surat surat pendek dalam hati saya mulai bisa menggerakkan tubuh saya yang masih gemetar dan saya pun turun dari pohon mangga dengan keringat mengalir deras.

Ternyata teman saya dibawah juga mengalami hal yang sama seperti saya. Teman saya terlihat kaku dan matanya mengarah ke pohon mangga disebelah pohon mangga yang saya panjat. Sosok tak asing bagi saya itu langsung membuat saya menjerit sampai gema. Sosok Genderuwo dengan bulu lebatnya diatas pohon dengan mata menyala melihat kearah kami. Saya pun menepuk pundak teman saya dan menggoyang goyangkan tubuhnya sampai akhirnya dia sadar dan dengan cepatnya dia berlari keluar tegal meninggalkan saya. Saya pun bingung dengan semua mangga ini, jadi saya pun mengambil mangga yang jatuh dan memasukkannya kedalam karung dan berlari menyusul teman saya keluar tegal jalan ke sawah.

Dua teman saya pun juga berlari membawa satu karung dibawa bersama sambil berteriak teriak pocong dan saya mendengar rengekan mereka seperti menangis. Mereka pun naik pagar dan melempar karung keluar pagar dan segera naik. Salah satu teman saya terkena paku dan kakinya berdarah. Kami pun berlari sekuat tenaga ke sawah yang masih gelap. Sampai jatuh bangun terkena lumpur dan ngos ngosan kami berlari tanpa henti saling membantu berdiri dan akhirnya sampai ke tepi sawah jalan sepeda ditengah sawah yang lumayan besar.

Kami pun mengatur nafas dan salah satu teman saya menangis karena kesakitan di kakinya. Kami pun segera mengambil daun dium yang ada disekitar pohon pepaya dipinggir jalan kecil. Teman saya mencuci kaki teman saya yang masih terus menangis dan teman saya yang satunya meneteskan getah daun dium ke luka kaki teman saya. Saya pun menenagkan teman saya supaya tidak menangis lagi. Dia pun mulai berhenti menangis walau masih meringis kesakitan karena perihnya getah dium.

Mau tau lanjutannya? Ada di part selanjutnya ya... jangan lupa berlangganan di blog saya supaya tidak ketinggalan cerita selanjutnya. C U NEXT CHAPTER