Sejarah Hantu: Riwayat Mahdi Surya Yang Menyedihkan

Halo guys, kali ini saya akan berbagi cerita tentang 'teman kecil' saya yang mungkin kalian tahu kalo sering baca artikel saya. Yup, Mahdi, Noah atau Nuh dan Suna atau Sun. Mereka sebenarnya dulu bukan 'teman kecil' saya tapi teman Nenek Buyut saya di jamannya. Di artikel ini saya akan fokus bercerita tentang Mahdi yang paling imut dan ceria diantara yang lain. Saya kadang memanggilnya "Mbul" karena pipinya yang berlebihan hehe. Bagaimanapun dan Apapun alasan Mahdi dan kawan kawannya masih nyangkut di dunia dari jaman VOC sampai sekarang bukanlah salah mereka.
Septino Wibowo
Sekitar tahun 1890an Nenek Buyut saya lahir ke dunia di Lasem yang saat itu penduduknya kebanyakan adalah pengungsi dari Cina atau orang Tiong Hoa. Nenek Buyut saya tinggal bersama Ayahnya karena Ibu nenek buyut saya meninggal karena sakit yang saat itu belum diketahui namanya dan obatnya. Nenek Buyut memiliki kemampuan seperti saya yaitu melihat 'mereka' yang tidak terlihat. Hal itu muncul saat nenek buyut saya kehilangan tiga temannya yaitu Mahdi, Nuh dan Sun.

Nenek saya melihat mereka berkeliaran ditengah hutan dan mengajak nenek buyut saya bermain bersama sampai akhirnya nenek buyut saya tahu yang sebenarnya bahwa teman temannya itu sudah tak bernafas lagi saat Ayah nenek buyut melihat nenek buyut tertawa sendiri dikamarnya. Ayah nenek buyut bilang bahwa Mahdi, Nuh dan Sun sudah meninggal beberapa bulan lalu kemudian nenek buyut menangis dan berjanji akan berteman dengan Mahdi, Nuh dan Sun sampai mati.

Riwayat Mahdi Surya Katun,
Cerita ini berdasarkan cerita dari Mahdi dan juga nenek buyut saya yang menceritakan ke nenek dan nenek saya menceritakan ke saya. Mahdi Surya Katun, itulah nama yang diberikan orang tua Mahdi. Ayah Mahdi adalah seorang orang cina atau Tiong Hoa dan ibu Mahdi adalah pribumi. Mahdi tinggal di desa kecil yang kebanyakan penduduknya adalah orang cina di Lasem saat itu. Pada tahun 1900an waktu Mahdi berumur sekitar 10 tahunan, gemar sekali bermain main di hutan walaupun tahu perbatasan antara orang Koloni Belanda saat itu sangat rawan tapi dia suka bermain dengan temannya yang bernama Noah atau Nuh, seorang anak kecil seumurannya keturunan Indo Belanda dan Sun Chien anak keturunan orang Tiong Hoa asli. Mereka sangat akrab dan sering bermain bersama dan biasanya juga dengan nenek buyut yang lebih tua beberapa tahun dari mereka.

Suatu hari, Mahdi bersama Sun dan Nuh sedang menunggu nenek buyut saya di hutan untuk bermain. Nenek buyut yang saat itu masih membantu Ayahnya bekerja disawah belum bisa menghampiri mereka bertiga. Ketika Nenek buyut sedang membantu Ayahnya tiba tiba ayah Mahdi datang dan bertanya dimana Mahdi. Nenek buyut pun agak takut memberitahu Ayah Mahdi tapi akhirnya nenek buyut memberitahu bahwa Mahdi sedang bermain di hutan bersama Nuh dan Sun. Ayah Mahdi yang mendengar anaknya bermain di hutan perbatasan itu pun meradang dan langsung pergi pulang mengambil pecut untuk menghukum Mahdi. Ketika ibu Mahdi mengetahui Ayah Mahdi mengambil pecut, Ibu Mahdi pun mencegah Ayah Mahdi untuk pergi tapi Ayah Mahdi sudah terlalu marah dan Ibu Mahdi pun ikut ke hutan dengan Ayah Mahdi.

Sesampainya di hutan, Ayah Mahdi pun berteriak teriak memanggil Mahdi. Mahdi yang mendengar suara Ayahnya pun bersembunyi dengan teman temannya di pepohonan rindang nan lebat. Setelah itu ada tentara belanda yang sedang berkeliling melihat ayah Mahdi pun menegur Ayah Mahdi untuk meninggalkan wilayah perbatasan tapi Ayah Mahdi yang sedang emosi tidak mendengarkan ucapan tentara belanda itu dan malah membentak dan menyuruh tentara itu untuk pergi. Merasa tidak terima dengan ucapan Ayah Mahdi tentara belanda itu pun menembak Ayah Mahdi dan ayah Mahdi pun meninggal. Ibu Mahdi yang melihat suaminya ditembak didepan matanya pun menjerit histeris. Mahdi, Sun dan Nuh yang melihat Ayah Mahdi yang tertembak pun menghampiri Ibu Mahdi.

Mahdi pun menangis dan memeluk ayahnya yang sudah tak bernyawa lagi sedangkan Sun dan Nuh juga ikut menangis melihat Ayah Mahdi tertembak. Tentara belanda itu pun memanggil rekannya dan membawa Ibu Mahdi, Mahdi, Nuh dan Sun tapi Mahdi yang saat itu terus menangis dan emosi pun memberontak dan memukul wajah tentara itu dan kabur bersama teman temannya. Saat Mahdi berlari bersama Nuh dan Sun tentara itu pun menembak Mahdi, Nuh dan Sun. Peluru itu pun mengenai mereka bertiga dan mereka jatuh dan meninggal dunia. Sedangkan Ibu Mahdi yang melihat suaminya dan anaknya tertembak pun juga memberontak dan melawan para tentara itu sampai akhirnya Ibu Mahdi pun juga tewas ditusuk pisau oleh salah satu tentara itu. Jasad mereka pun dikubur ditengah hutan.

Nenek buyut yang tidak mendengar kabar Mahdi dan kawan kawannya beberapa minggu pun menghampiri rumah Mahdi. Nenek pun melihat Mahdi menangis di teras rumahnya bersama Nuh dan Sun. Nenek buyut pun menghampiri mereka dan bertanya kepada mereka ada apa, Mahdi pun menjawab bahwa orang tuanya menghilang. Nenek buyut yang waktu itu kebingungan pun bertanya lagi kepada Nuh dan Sun kenapa mereka juga menangis, mereka pun menjawab karena orang tua mereka tidak mau berbicara dengan mereka lagi. Nenek buyut pun menenangkan mereka sejenak dan mengajak mereka bermain di hutan tapi mereka segera menolaknya. Mereka tidak mau bermain di hutan lagi.

Nenek buyut pun bingung dengan mereka dan mengajak mereka bermain di rumah nenek buyut. Mereka pun mau dan mengikuti nenek buyut sampai ke rumah. Setelah itu mereka pun bermain di kamar nenek buyut, mereka bermain kerikil kerikil kecil dan tertawa bersama. Ayah nenek buyut yang mendengar nenek buyut tertawa di kamar pun curiga dan menghampirinya dan melihat nenek buyut bermain kerikil kerikil kecil sendirian tapi seolah olah ada yang diajak bermain. Kemudian Ayah nenek buyut pun memanggil nenek buyut, nenek buyut pun melihat ke arah pintu kamar dan tersenyum. Ayah nenek buyut pun bertanya kenapa nenek buyut tertawa sendirian, nenek buyut pun bingung dengan ucapan Ayahnya dan dia kemudian menjelaskan bahwa dia sedang bermain bersama Mahdi, Nuh dan Sun. Mendengar ucapan nenek buyut, Ayah nenek buyut kaget karena Mereka sudah meninggal dan mayat mereka ditemukan di hutan oleh para penjaga desa.

Setelah itu Ayah nenek buyut pun bilang bahwa mereka sudah meninggal, nenek buyut pun semakin bingung kemudian bertanya apa maksud Ayahnya. Ayah nenek buyut pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, Mahdi, Nuh dan Sun yang juga mendengarkan pun menangis lagi. Nenek buyut pun ikut menangis dan melihat ketiga kawan nya itu menangis. Kemudian Mahdi bertanya pada nenek buyut apakah nenek buyut masih mau bermain dengan mereka. Nenek buyut pun menjawab iya, nenek buyut pun berjanji akan terus bermain dan bersama mereka selamanya. Ayah nenek buyut pun menghampiri nenek buyut yang menangis dan menenangkan nenek buyut.

5 tahun kemudian nenek buyut menikah, 25 tahun kemudian nenek buyut baru hamil dan melahirkan nenek. Jelang nenek berumur 8 tahunan nenek buyut pun meninggal. Mahdi, Nuh dan Sun pun menjadi 'teman kecil' nenek dan ikut nenek pindah ke Tayu, Pati. Sampai nenek mempunyai cucu ke 4 yaitu saya baru generasi yang bisa 'melihat' Mahdi dan friends dan saya pun berteman dengan mereka sampai sekarang. Walaupun mereka fana dan kami tidak selalu bersama karena mereka yang selalu memiliki sifat kekanak kanakan terus bermain dan mendapat 'teman baru' di dunia yang sama dengan mereka jadi saya agak tenang membiarkan mereka berkeliaran di sekitar rumah dll.

Itulah cerita Mahdi, mungkin masih banyak sih tapi saya persingkat saja lain waktu saya akan bercerita lebih panjang tentang Mahdi yang gembul dan ceria, Nuh yang pendiam dan Sun yang cengeng. Kalo saja waktu itu nenek buyut saya ikut bermain dengan Mahdi, Nuh dan Sun pasti saya tidak pernah ada hehe tahu kan maksudnya. Sudah dulu ya ceritanya, semoga cerita diatas dapat menghibur kalian semua. Akhir kata, 'mereka' selalu ada disekitar kita. Septino Wibowo